KISAH JENAKA

Patung Nasruddin Hoja di Turki
Humor-humor Nasruddin Hoja memang tak pernah mati, tak pernah bosan dibaca. Banyak orang, bahkan, tersenyum simpul dan tertawa lebar kala membacanya.Humornya khas, tapi acap mengkritik kezaliman, menggugat ketimpangan sosial, dan mengajarkan keadilan. Kisah-kisahnya menggelikan, tapi sangat menakjubkan. kisah-kisahnya nyeleneh, tapi penuh hikmah. 

Dia sang Mullah yang penuh kepolosan. Dia sufi yang penuh kesederhanaan. Dia mengajarkan kehidupan dan nilai-nilai luhur dengan cara lain yang sangat unik. Tampaknya ia bersikap tolol, tetapi sesungguhnya ia sedang mengajarkan nilai-nilai luhur yang dibungkus dalam "baju" humor dan "serban" ketololannya. Tampaknya ia sedang bercanda, tetapi sesungguhnya ia sedang menghidangkan ilmu dan hikmah agar semua orang mampu menikmatinya. Seolah-olah ia bodoh, padahal dia tengah mengajarkan kita banyak kearifan sembari menyindir prilaku bodoh kita dengan humor-humornya yang aneh.


UMUR NASRUDIN

“Berapa umurmu, Nasrudin ?”
“Empat puluh tahun.”
“Tapi beberapa tahun yang lalu, kau menyebut angka yang sama.”
“Aku konsisten.”


Hikmah
Orang tua selalu ingin terlihat dan dikatakan muda :)

PAHIT
Suatu hari Nasrudina mengeluh pada istrinya, Shakila: “Dulu, waktu baru nikah, setiap kali saya pulang ke rumah, kau membawakan sandal saya dan anjing kita menyambut dengan gonggongan. Kini terbalik, anjing kita yang membawakan sandal, dar kau yang menggonggong.”
Mendengar kegusaran suaminya, Shakila tak kalah tangkas menangkis: “Jangan mengeluh suamiku, bagaimanapun engkau tetap mendapatkar pelayanan yang sama: ada yang membawakan sandal dan ada yang menggonggong.”


Hikmah 
Menyelaraskan keinginan memang tak mudah. Ada unsur waktu, ada rasa pakewuh. Tapi, begitu watak asli terkuak seiring dengan rasa bosan yang muncul kecerewetan, ketidaksabaran, dan ketidak bersahajaannya pun mencuat. Begitulah manusia. Cenderung menyukai mengenakan topeng khususnya bila urusan duniawi jadi tujuan pokok.

BERSEMBUNYI
SUATU malam, Nasruddin merasa rumahnya disatroni seorang maling. Segera dia masuk ke dalam lemari, Sang maling dengan leluasa menyelusuri seluruh sudut rumah Nasruddin, tetapi tidak ada sesuatu pun yang layak dibawanya keluar dari rumah itu. 

Akhirnya, dia menemukan lemari di kamar Nasruddin. Dia yakin, barang-barang berharga milik sang Mullah tersimpan di sana.
Namun, harapan si maling pupus karena yang ditemukan bukanlah barang berharga, melainkan Nasruddin! 
Dengan jengkel si maling membentak. “Aha!” kata si pencuri, “Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?”
"Aku malu kepadamu karena kau sudah capek-capek ke sini tapi nggak dapat apa-apa. Makanya, aku sembunyi. Maafkan aku ya, Ling...."

Hikmah 
Nasruddin adalah seorang yang baik hatinya, Kesederhanaan telah menjadi pilihan hidup dan harta yang diperoleh dari bekerja hanya cukup untuk dimakan satu hari saja, hingga ia pun malu, saat ada seseorang yang bertamu di malam hari dan dia tak ada suguhan untuk tamunya, hatta tamu tak di undang :)

MISKIN DAN SEPI
Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal sebagai orang kaya, dan banyak orang yang menjadi kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.

Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.
“Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?” keluh pemuda itu.
“Jangan khawatir,” jawab Nasrudin, “Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia.”
Pemuda itu gembira bukan main. “Jadi saya akan segera kembali kaya?”
“Bukan begitu maksudku. Kalau salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.”

Hikmah
Waktulah yang akan menyelesaikan masalah. Dengan berjalannya waktu kita akan terbiasa dengan hal-hal baru yang mungkin saat ini membuat kita gundah, sedih, senang, bahagia .... Selama matahari masih bersinar, insyaAllah akan baik-baik saja.

TAMPANG ITU PERLU
Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh.
“Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,” kata Nasrudin.
“Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah,” kata istrinya.

Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!” berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasrudin. Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.”
Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasrudin menjawab “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.”

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin.” Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.
Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.
“Bagaimana pembelaanmu?” tanya hakim pada Nasrudin.
“Tetangga saya ini gila, Tuan,” kata Nasrudin.
“Apa buktinya?” tanya hakim.
“Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya.”

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, “Tetapi itu semua memang milikku!”
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.

Hikmah 
Siapa yang suka iseng, kelak akan jadi korban dari keisengannya.

HARMONI BUAH-BUAHAN
Nasrudin bersantai di bawah pohon arbei di kebunnya. Dilihatnya seluruh kebun, terutama tanaman labu yang mulai berbuah besar-besar dan ranum. Seperti biasa, Nasrudin merenung.

“Aku heran, apa sebabnya pohon arbei sebesar ini hanya bisa menghasilkan buah yang kecil. Padahal, labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar.”
Angin kecil bertiup. Ranting arbei bergerak dan saling bergesekan. Sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Nasrudin yang sedang tidak bersorban.
“Ah. Kurasa aku tahu sebabnya.”

Hikmah
Tafakur filkauni , kadang kita perlu mengambil waktu untuk merenungi ciptaan Allah, agar kita semakin pandai bersyukur pada sang Khalik 



BAHASA KURDI
Tetangga Nasrudin ingin belajar bahasa Kurdi. Maka ia minta diajari Nasrudin. Sebetulnya Nasrudin juga belum bisa bahasa Kurdi selain beberapa patah kata. Tapi karena tetangganya memaksa, ia pun akhirnya bersedia.

“Kita mulai dengan sop panas. Dalam bahasa Kurdi, itu namanya Aash.”
“Bagaimana dengan sop dingin ?”
“Hemm. Perlu diketahui bahwa orang Kurdi tidak pernah membiarkan sop jadi dingin. Jadi engkau tidak akan pernah mengatakan sop dingin dalam bahasa Kurdi.”

Hikmah
Jika kamu baru punya ilmu sedikit, pandai-pandailah berkelit .
Hhhmm ...pandainya Nasruddin berkelit, abis maksa sieh ... secara guru kan gak boleh kelihatan bodoh ..hehehe ....

MANIPULASI DESKRIPSI
Nasrudin kehilangan sorban barunya yang bagus dan mahal. Tidak lama kemudian, Nasrudin tampak menyusun maklumat yang menawarkan setengah keping uang perak bagi yang menemukan dan mengembalikan sorbannya.
Seseorang protes, “Tapi penemunya tentu tidak akan mengembalikan sorbanmu. Hadiahnya tidak sebanding dengan harga sorban itu.”
“Nah,” kata Nasrudin, “Kalau begitu aku tambahkan bahwa sorban itu sudah tua, kotor, dan sobek-sobek.”


Hikmah
Apapun di dunia ini bisa  diatur demi suatu kepentingan ...nah loh kepentingan siapa ya ?

SAMA RATA SAMA RASA
Seorang filosof menyampaikan pendapat, “Segala sesuatu harus dibagi sama rata.”
“Aku tak yakin itu dapat dilaksanakan,” kata seorang pendengar yang skeptik.
“Tapi pernahkah engkau mencobanya ?” balas sang filosof.
“Aku pernah,” sahut Nasrudin, “Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa pun yang mereka inginkan.”
“Bagus sekali,” kata sang filosof, “Dan bagaimana hasilnya ?”
“Hasilnya ? Seekor keledai yang baik dan seorang istri yang buruk.”


Hikmah
Materi bisa dibagi rata, namun rasa kepuasan  adalah suatu hal yang tidak bisa diukur, karena rasa kepuasan setiap orang punya kadar yang berbeda.

NASIB DAN ASUMSI
“Apa artinya nasib, Mullah ?”
“Asumsi-asumsi.”
“Bagaimana ?”
“Begini. Engkau menganggap bahwa segalanya akan berjalan baik, tetapi kenyataannya tidak begitu. Nah itu yang disebut nasib buruk. Atau, engkau punya asumsi bahwa hal-hal tertentu akan menjadi buruk, tetapi nyatanya tidak terjadi. Itu nasib baik namanya. Engkau punya asumsi bahwa sesuatu akan terjadi atau tidak terjadi, kemudian engkau kehilangan intuisi atas apa yang akan terjadi, dan akhirnya berasumsi bahwa masa depan tidak dapat ditebak. Ketika engkau terperangkap di dalamnya, maka engkau namakan itu nasib.”


Hikmah 
Itulah kehidupan, kita hanya bisa membuat rencana- rencana sesuai apa yang kita inginkan, lalu menjalani prosesnya dan lihatlah hasilnya. Begitulah nasib manusia :)

MIMPI RELIJIUS
Nasrudin sedang dalam perjalanan dengan pastur dan yogi. Pada hari kesekian, bekal mereka tinggal sepotong kecil roti. Masing-masing merasa berhak memakan roti itu. Setelah debat seru, akhirnya mereka bersepakat memberikan roti itu kepada yang malam itu memperoleh mimpi paling relijius. Tidurlah mereka.

Pagi harinya, saat bangun, pastur bercerita: “Aku bermimpi melihat kristus membuat tanda salib. Itu adalah tanda yang istimewa sekali.”


Yogi menukas, “Itu memang istimewa. Tapi aku bermimpi melakukan perjalanan ke nirwana, dan menemui tempat paling damai.”

Nasrudin berkata, “Aku bermimpi sedang kelaparan di tengah gurun, dan tampak bayangan nabi Khidir bersabda ‘Kalau engkau lapar, makanlah roti itu.’ Jadi aku langsung bangun dan memakan roti itu saat itu juga.”


SORBAN & ALIM ULAMA

Suatu hari, seorang penduduk desa yang buta huruf minta tolong pada Nasruddin untuk membacakan surat. Nasruddin ternyata juga buta huruf. "Maaf, saya tidak baca," ujarnya. Si penduduk desa sangat kecewa, "Benar-benar memalukan! Kamu seharusnya malu pada surbanmu itu!" Di zaman itu, surban adalah simbol alim ulama, orang yang berpendidikan. Nasruddin kemudian melepaskan surbannya, dan diataruhnya di atas kepala orang desa itu. "Surban lambang kepintaran, bukan? Sekarang kamu juga pakai surban. Kalau kamu jadi pintar gara-gara surban, coba sekarang kamu yang baca surat ini!"

Hikmah
Jangan melihat orang dari bajunya. Demikian kebijaksanaan yang diajarkan Mullah Nasruddin dari cerita lucunya. Walaupun kita masih bisa tertawa tergelak-gelak mendengar keluguan Nasruddin, apakah kita juga sama tergelaknya mentertawakan dunia sekitar kita, di mana baju dan perhiasan membungkus dan mengaburkan diri kita yang sebenarnya?